Kontroversi Telegram: Klaim Pengguna – Telegram kini menghadapi serangkaian masalah di Eropa. Setelah CEO Pavel Durov dituntut secara pidana di Prancis, kini Telegram menjadi subjek investigasi oleh Uni Eropa.
Joint Research Centre, departemen di bawah Komisi Eropa yang merupakan eksekutif Uni Eropa, sedang menyelidiki apakah Telegram telah berbohong soal jumlah penggunanya. Pakar hukum dan data Uni Eropa mencurigai bahwa Telegram sengaja mengecilkan jumlah pengguna di Uni Eropa menjadi di bawah 45 juta. Langkah ini diduga diambil agar Telegram tidak digolongkan sebagai platform online besar yang harus tunduk pada regulasi yang lebih ketat di bawah Digital Services Act (DSA).
Jika jumlah pengguna Telegram di Uni Eropa melebihi 45 juta, platform ini akan menghadapi kewajiban tambahan, termasuk transparansi yang lebih besar dalam moderasi konten dan perlindungan pengguna. Oleh karena itu, penyelidikan ini bertujuan untuk memastikan apakah Telegram sengaja memanipulasi data penggunanya demi menghindari regulasi tersebut.
Telegram Dihadapkan pada Regulasi Ketat Uni Eropa terkait Jumlah Pengguna
Platform online besar di Uni Eropa diwajibkan untuk memenuhi standar kepatuhan yang lebih tinggi, termasuk moderasi konten yang ketat, serta kewajiban untuk membagikan data dengan Komisi Eropa. Platform yang melanggar ketentuan dalam Digital Services Act (DSA) dapat dikenakan denda yang mencapai hingga 6% dari total pendapatan tahunan mereka.
“Kami memiliki cara melalui sistem dan perhitungan kami sendiri untuk menentukan seberapa akurat data penggunanya,” kata Thomas Regnier, juru bicara Komisi Eropa untuk isu digital, seperti dikutip dari Ars Technica, Senin (2/9/2024).
Penyelidikan ini bertujuan untuk memastikan apakah Telegram, yang mengklaim memiliki jumlah pengguna di Uni Eropa di bawah 45 juta, telah memberikan data yang akurat atau jika ada manipulasi untuk menghindari regulasi yang lebih ketat. Jika terbukti, Telegram bisa menghadapi sanksi yang signifikan di bawah aturan DSA.
Uni Eropa Siap Bertindak jika Telegram Terbukti Manipulasi Data Pengguna
Komisi Eropa telah menyatakan bahwa jika mereka merasa Telegram tidak memberikan data pengguna yang akurat, mereka dapat secara sepihak menetapkan Telegram sebagai platform yang sangat besar berdasarkan hasil investigasi mereka sendiri. Hal ini disampaikan oleh juru bicara Komisi Eropa, Thomas Regnier.
Pada Februari lalu, Telegram mengklaim memiliki 41 juta pengguna di Uni Eropa. Namun, perusahaan ini seharusnya memberikan jumlah pengguna terbaru pada bulan ini, yang hingga saat ini belum dilakukan. Telegram hanya menyatakan bahwa jumlah pengguna aktif bulanannya di Uni Eropa jauh lebih sedikit dari 45 juta orang.
Karena gagal memberikan data pengguna terbaru, petinggi Uni Eropa mengklaim bahwa Telegram telah melanggar ketentuan Digital Services Act (DSA). Komisi Eropa meyakini bahwa investigasi teknis mereka akan mengungkap bahwa jumlah pengguna Telegram di Uni Eropa sebenarnya lebih dari 45 juta orang.
Saat ini, Telegram memiliki hampir satu miliar pengguna di seluruh dunia. Pada awal tahun ini, CEO Telegram, Pavel Durov, menyampaikan kepada Financial Times bahwa basis pengguna Telegram proporsional dengan populasi setiap pasar atau benua, kecuali China. Namun, ketidakpatuhan terhadap DSA dapat menempatkan Telegram dalam posisi yang sulit, terutama jika investigasi membuktikan adanya manipulasi data.
Baca juga artikel kesehatan lainnya.