Jakarta baru saja menghadapi kabar mengejutkan dengan dinyatakannya PT Sejahtera Bintang Abadi Tekstile Tbk atau SBAT sebagai perusahaan yang pailit. Keputusan ini diambil oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam proses hukum yang mencerminkan tantangan besar dalam industri tekstil Indonesia.
Sejak berdiri pada tahun 2003, PT Sejahtera Bintang Abadi Tekstile Tbk telah berkontribusi dalam industri tekstil nasional. Dengan kemampuan produksi mencapai 20.000 ton per tahun, perusahaan ini memenuhi sekitar 1% dari total kebutuhan tekstil di Indonesia.
Pendirian perusahaan ini bukan hanya untuk menghasilkan produk tekstil, tetapi juga untuk mendukung perekonomian lokal. Melalui penggunaan tenaga kerja lokal dan produk ramah lingkungan, SBAT berkomitmen untuk berperan dalam pertumbuhan ekonomi daerah serta kesadaran lingkungan.
Sejarah dan Perkembangan PT Sejahtera Bintang Abadi Tekstile Tbk
Sejarah perusahaan dimulai pada 2003 di Bandung, yang dikenal sebagai pusat kualitas tekstil di Indonesia. SBAT mulai dengan produksi benang berbagai jenis yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan lokal sekaligus internasional.
Seiring berjalannya waktu, perusahaan ini mampu memperluas jangkauan pasarnya hingga ke negara-negara Asia, Eropa, Afrika, dan Amerika Selatan. Innovasi dalam proses produksi dan keberagaman produk menjadi salah satu kunci kesuksesannya.
Fasilitas produksinya yang berlokasi di Jalan Raya Cicalengka – Majalaya di Bandung, telah dilengkapi dengan teknologi tepat guna untuk meningkatkan efisiensi. Penggunaan teknologi tinggi ini memungkinkan SBAT untuk bersaing di pasar global yang semakin kompetitif.
Komposisi Kepemilikan Saham di PT Sejahtera Bintang Abadi Tekstile Tbk
Kepemilikan saham perusahaan ini terdiri dari beberapa pemegang saham, dengan mayoritas berada di tangan publik dan individu tertentu. Public memiliki kepemilikan 51,52% dengan jumlah saham sekitar 2.448.820.479 lembar.
Tan Heng Lok menjadi pemegang saham terbesar kedua dengan kepemilikan 34,48% sebesar 1.638.911.899 lembar saham. Sementara itu, PT Industri Telekomunikasi Indonesia juga memiliki porsi yang tidak kalah signifikan dengan 14%.
Kepemilikan saham yang beragam ini memberikan indikasi tentang dukungan yang kuat dari berbagai kalangan untuk perkembangan perusahaan. Namun, keputusan pailit ini tentunya akan mempengaruhi struktur kepemilikan saham ke depannya.
Pailit yang Menggemparkan dan Dampaknya pada Manajemen Perusahaan
Pernyataan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengakibatkan berbagai dampak signifikan. Keputusan ini tertuang dalam nomor perkara 3/Pdt.Sus-PKPU/2025/PN Niaga Jkt. Pst yang diumumkan pada 29 Agustus 2025.
Dalam putusannya, pengadilan memberikan waktu 45 hari terhitung sejak diumumkannya keputusan untuk proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sementara. Hal ini memberi kesempatan kepada perusahaan untuk berharap melakukan restrukturisasi.
Pengadilan Niaga tidak hanya merumuskan keputusan pailit tetapi juga menunjuk beberapa kurator untuk mengawasi dan membantu proses perusahaan ke depan. Proses ini diharapkan dapat meminimalkan kerugian bagi semua pihak yang terlibat, termasuk kreditor dan karyawan.