Bank Indonesia (BI) baru-baru ini mengumumkan kebijakan baru yang mengizinkan penggunaan obligasi korporasi sebagai dasar dalam transaksi repurchase agreement (repo). Langkah ini merupakan tonggak penting yang pertama dilakukan BI, membuka peluang baru untuk transaksi di pasar obligasi.
Deputi Gubernur Senior Destry Damayanti menegaskan bahwa perubahan ini bukan hanya inovasi, melainkan juga langkah strategis dalam memperkuat kebijakan moneter di Indonesia. Selama ini, BI hanya menggunakan Surat Berharga Negara (SBN) sebagai dasar untuk transaksi repo, sehingga kebijakan terbaru ini diharapkan mengubah dinamika pasar.
“Ini adalah momen spesial bagi kami,” ujar Destry dalam sambutannya pada peresmian obligasi PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) sebagai surat berharga yang dapat direpokan kepada BI. Dengan kebijakan ini, diharapkan ada lebih banyak partisipasi di pasar obligasi, sehingga dapat memperkuat sistem keuangan nasional.
Perubahan Kebijakan yang Signifikan oleh Bank Indonesia
Kebijakan baru ini memungkinkan bank-bank untuk melakukan transaksi dengan menggunakan obligasi korporasi sebagai underlying dalam repo, sebuah langkah yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Ini dianggap sebagai terobosan yang dapat merangsang aktivitas di pasar uang dan obligasi, yang selama ini banyak bergantung pada SBN.
Destry menambahkan bahwa kebijakan ini memberikan lebih banyak fleksibilitas bagi BI dalam melakukan transaksi. “Kami tidak hanya terbatas pada SBN atau SRBI, tetapi dapat memasukkan surat berharga berkualitas lainnya ke dalam transaksi,” jelasnya. Pendekatan ini dapat memberikan lebih banyak pilihan bagi para pelaku pasar dan mendorong likuiditas.
Adanya kriteria khusus untuk menentukan surat berharga berkualitas juga akan dihitung berdasarkan rating dari lembaga keuangan. Hal ini memberikan kepastian bagi bank dan investor dalam memilih obligasi yang dapat digunakan dalam transaksi repo, meminimalisir risiko yang mungkin muncul.
Proses dan Penilaian Surat Utang SMF
Obligasi dari PT Sarana Multigriya Finansial telah melalui proses evaluasi yang sangat mendalam selama satu tahun terakhir. Proses ini melibatkan kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk Kementerian Keuangan, BI, dan OJK, memastikan bahwa surat berharga ini memenuhi standar yang diperlukan.
Destry menyatakan bahwa SMF dipilih sebagai salah satu contoh obligasi yang dapat direpokan kepada BI. “Ini menunjukkan bahwa kami memberikan kepercayaan kepada obligasi berkualitas yang telah teruji,” tambahnya. Keputusan ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan investor terhadap pasar obligasi domestik.
Saat ini, sudah ada sembilan bank yang aktif melakukan transaksi repo menggunakan obligasi SMF. Total nilai transaksi yang dicatat telah mencapai Rp 299 miliar, yang menunjukkan respons positif dari sektor perbankan terhadap kebijakan baru ini.
Implikasi Kebijakan terhadap Ekonomi dan Pasar Keuangan
Kebijakan baru yang diambil oleh Bank Indonesia dapat memberikan dampak signifikan terhadap dinamika pasar keuangan. Dengan kembali melibatkan obligasi korporasi, diharapkan bisa terjadi peningkatan transaksi di pasar obligasi, yang selama ini mungkin terhambat karena terbatasnya pilihan surat berharga.
Penggunaan obligasi korporasi sebagai dasar untuk repo juga dianggap dapat meningkatkan likuiditas di pasar uang. Hal ini penting untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, terutama saat kondisi pasar bergejolak. Kebijakan ini diharapkan dapat menciptakan ekosistem yang lebih sehat dan berkelanjutan bagi perkembangan industri keuangan di Indonesia.
Di sisi lain, langkah ini juga menunjukkan bahwa Bank Indonesia berkomitmen untuk selalu beradaptasi dengan perubahan dan tuntutan pasar. Dengan perluasan opsi surat berharga, BI berharap dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan sekaligus meningkatkan daya saing pasar keuangan Indonesia.
