Di tengah tantangan hidup yang sulit, seorang petani asal Trenggalek, Jawa Timur, bernama Suradji, mendapatkan kejutan luar biasa ketika ia memenangkan undian besar. Keberuntungannya datang melalui Sumbangan Sosial Dermawan Berhadiah (SDSB) pada tahun 1991, di mana ia meraih hadiah senilai Rp1 miliar, sebuah nominal yang sangat mengesankan pada masa itu.
Meski banyak orang akan langsung berfoya-foya dengan uang sebesar itu, Suradji memilih untuk menggunakan hadiah tersebut demi kepentingan masyarakat di sekitarnya. Keputusannya untuk membangun jembatan yang menghubungkan Dusun Telasih dengan daerah lain menjadi sorotan publik dan menunjukkan sebuah kepedulian sosial yang tinggi.
Kehidupan warga dusun tempat Suradji tinggal sangat tergantung pada akses transportasi yang memadai. Mereka harus melewati jembatan bambu yang tidak hanya ringkih, tetapi juga sangat berisiko, sehingga nyawa mereka dapat terancam setiap kali mereka melintasinya.
Pemanfaatan Hadiah untuk Kebaikan Sosial
Uang yang dimenangkan oleh Suradji, sejumlah Rp1 miliar, ternyata dijadikan sebagai dana untuk membangun jembatan yang lebih aman bagi masyarakat. Dia mengalokasikan sekitar Rp117 juta dari total hadiah untuk proyek jembatan yang sangat dibutuhkan oleh warga dusunnya.
Proyek ini kemudian menjadi contoh nyata bagaimana satu keputusan sederhana dapat membawa perubahan besar bagi banyak orang. Suradji tidak hanya memberikan infrastruktur yang aman, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat.
Pembangunan jembatan tersebut menjadi perbincangan hangat di media, dengan banyak artikel yang menghormati tindakan heroik Suradji. Dia menjadikan jembatan itu sebagai bentuk sumbangan kepada masyarakat, yang kemudian dikenal dengan nama “Jembatan SDSB”. Hal ini menandai kontribusi luar biasa seorang petani bagi komunitasnya.
Era Kebijakan Undian Sosial di Indonesia
Kisah Suradji tidak dapat dipisahkan dari kebijakan pemerintah yang mulai menyelenggarakan acara undian untuk mengumpulkan dana dan menawarkan hadiah kepada masyarakat. Sumbangan Sosial Dermawan Berhadiah (SDSB) merupakan satu dari sekian banyak program pemerintah untuk memobilisasi keuangan publik melalui undian.
Sejak diperkenalkan pada tahun 1989, SDSB ini bertujuan untuk memberikan bantuan sosial sambil menjanjikan hadiah yang menggiurkan kepada pembeli kupon. Selain SDSB, ada beberapa program lain seperti Lotere Dana Harapan dan Kupon Sumbangan Olahraga Berhadiah yang muncul di periode sebelumnya.
Sejalan dengan ini, setiap kupon memiliki harga yang bervariasi, dan hasil penjualannya digunakan untuk membiayai pembangunan proyek sosial, selaras dengan tujuan penggalangan dana pemerintah. Kendati demikian, keberhasilan ini tetap menimbulkan perdebatan di kalangan masyarakat.
Dinamika Kritik Terhadap Kebijakan SDSB dan Legalitasnya
Tidak sedikit kritik yang muncul terhadap kebijakan undian sumbangan ini. Beberapa kalangan, terutama dari mahasiswa dan aktivis, menilai bahwa SDSB tidak lebih dari sekadar praktik judi yang disahkan oleh pemerintah. Mereka berargumen bahwa kebijakan ini merugikan masyarakat dan hanya menguntungkan pihak tertentu.
Banyak orang yang terjebak dalam siklus membelanjakan uang mereka untuk pembelian kupon, berusaha mendapatkan kesempatan menang dengan cara-cara yang tidak sehat. Beberapa bahkan terpaksa berutang atau menjual harta untuk membeli kupon demi harapan menerima hadiah besar.
Aktivis dan akademisi seperti Sri Bintang Pamungkas menyuarakan keberatan ini secara terang-terangan, menyoroti dampak negatif yang ditimbulkan oleh kebijakan tersebut. Masyarakat dalam demonstrasi yang berlangsung di berbagai kota, termasuk Yogyakarta, mengungkapkan penolakannya terhadap SDSB yang dinilai tidak adil bagi lapisan masyarakat tertentu.
Warisan Sosial Seorang Petani yang Menginspirasi
Dari sudut pandang positif, tindakan Suradji menunjukkan bahwa satu orang dapat membuat perubahan yang signifikan. Dalam dunia yang sering kali dipenuhi dengan ketidakpedulian, keikhlasan seseorang dapat menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk lebih peduli terhadap sesama.
Jembatan yang dibangunnya bukan hanya sekadar infrastruktur, tetapi juga lambang harapan dan persatuan bagi masyarakat di sekitarnya. Suradji memilih untuk tidak hanya menjadi penerima manfaat, tetapi juga memberi kembali kepada komunitasnya dalam bentuk yang nyata.
Pembangunan ini menunjukkan bahwa tindakan baik pun dapat mengabaikan stigma negatif yang ada di sekelilingnya, membuktikan bahwa meskipun kebijakan mungkin diperdebatkan, niat baik individu tetap memiliki kekuatan untuk membawa perubahan positif.
