Jakarta, pada hari ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan penguatan yang cukup signifikan. Kenaikan sebesar 0,36% atau 29,38 poin mencatatkan rekor baru harga penutupan tertinggi IHSG yang mencapai level 8.169,28.
Dari total perdagangan, sebanyak 280 saham mengalami kenaikan, sementara 401 saham lainnya mengalami penurunan. Nilai transaksi yang tercatat hari ini juga tergolong tinggi, yaitu mencapai Rp 28,74 triliun yang melibatkan 44,56 miliar saham dengan 3,17 juta transaksi.
Dominasi penguatan ini terlihat jelas di sektor perdagangan, di mana saham-saham emiten blue chip dengan kapitalisasi besar menunjukkan kinerja yang mengesankan. Saham-saham dari konglomerat pun turut memberi kontribusi positif dalam penguatan IHSG hari ini.
Salah satu emiten yang menjadi sorotan adalah Prajogo Pangestu, yang berperan besar dalam kinerja IHSG. Petrindo Jaya Kreasi (CUAN) mengalami kenaikan signifikan sebesar 24,72% ke level harga Rp 2.220 per saham, memberikan kontribusi sebesar 18,15 indeks poin.
Selain itu, ada juga saham Barito Pacific (BRPT) yang naik 3,5% ke level harga Rp 4.140 per saham, berkontribusi 8,72 poin, serta saham Chandra Daya Investasi (CDIA) yang terbang hingga 11,50% ke Rp 2.230 per saham, menyumbang 7,04 indeks poin.
Perkembangan IHSG dan Dampaknya di Pasar Global
Minggu kedua bulan Oktober 2025 tampaknya akan menjadi periode yang sibuk bagi pelaku pasar, baik di dalam maupun luar negeri. Pasalnya, sejumlah rilis laporan ekonomi dari Bank Indonesia (BI) menjadi salah satu fokus utama yang patut dicermati. Rapat risalah The Federal Reserve juga turut akan mempengaruhi arah pergerakan pasar.
Pada perdagangan hari ini, tampak tidak ada sentimen baru yang bisa mendorong pergerakan pasar ke depan. Namun begitu, pelaku pasar tetap memperhatikan data ekonomi penting yang akan dirilis oleh Bank Indonesia, serta perkembangan harga komoditas global yang dapat berdampak pada IHSG dan nilai tukar rupiah.
Data cadangan devisa dan uang primer (M0) menjadi perhatian utama, dengan informasi tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran lebih jelas tentang kondisi ekonomi dalam negeri. Selain itu, adaptasi pelaku pasar terhadap kenaikan harga komoditas logam industri seperti timah juga sangat krusial.
Data cadangan devisa untuk bulan September 2025 diharapkan memberikan gambaran terkini yang dapat memandu keputusan investasi. Reaksi pasar terhadap data tersebut pun sangat dinantikan oleh banyak pihak.
Analisis Cadangan Devisa dan Uang Primer M0 di Indonesia
Bank Indonesia (BI) menginformasikan bahwa mereka akan merilis data cadangan devisa untuk bulan September 2025. Pada bulan sebelumnya, posisi cadangan devisa tercatat sebesar US$150,7 miliar, mengalami penurunan dibandingkan dengan Agustus yang mencapai US$152,0 miliar.
Penyebab dari penurunan tersebut adalah pembayaran utang luar negeri pemerintah serta kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian pasar yang tinggi. Hal ini tentu menjadi faktor penting yang akan mempengaruhi tindak lanjut kebijakan ekonomi ke depan.
Kestabilan ekonomi dan cadangan devisa yang memadai merupakan indikator penting yang mencerminkan kekuatan ekonomi Indonesia. BI terus memantau perkembangan ini untuk menjaga agar perekonomian tetap berada dalam jalur yang stabil.
Pasar menunggu respon dari BI atas rilis data yang akan memberikan sinyal lebih jelas lagi mengenai arah ekonomi ke depan. Tentunya, perubahan dalam cadangan devisa akan memiliki dampak langsung terhadap hubungan perdagangan internasional Indonesia.
Pergerakan Harga Timah Dunia dan Implikasinya
Harga timah dunia terlihat meningkat, terutama akibat kekhawatiran akan berkurangnya pasokan dari Indonesia dan Myanmar, yang merupakan dua produsen utama. Lonjakan harga timah tiga bulan di London Metal Exchange (LME) menunjukkan kenaikan drastis hingga lebih dari US$37.500 per ton.
Lonjakan harga ini merupakan yang tertinggi sejak April 2025, dan disebabkan oleh penutupan lebih dari 1.000 tambang ilegal di Bangka Belitung. Tindakan ini diambil untuk memperketat rantai pasokan timah, yang dalam jangka panjang diperkirakan akan meningkatkan harga lebih lanjut.
Presiden Prabowo Subianto berkomitmen untuk memperbaiki iklim investasi dan memperkuat harga komoditas, sehingga membuat pasar lebih optimis. Kenaikan harga timah global tentunya akan berpengaruh pada kinerja emiten-emiten yang bergerak di sektor pertambangan dan ekspor.
Para investor diharapkan dapat memanfaatkan momentum ini dengan bijak, mengingat dampak dari fluktuasi harga komoditas yang dapat merupakan peluang sekaligus risiko. Pengetatan pasokan diperkirakan akan menghasilkan dampak signifikan bagi industri terkait.
Aliran Dana Asing ke Indonesia dan Prediksi Trend Pasar
Dana asing terlihat kembali membanjiri pasar Indonesia setelah beberapa waktu mengalami penjualan besar-besaran. Dengan kembali tercatatnya net buy yang signifikan dalam dua hari belakangan, optimisme terhadap kekuatan IHSG semakin meningkat.
Pada perdagangan terakhir, net buy terpantau hampir mencapai Rp 2 triliun, meningkat signifikan dibandingkan dengan angka sebelumnya di bawah Rp 200 miliar. Hal ini tentunya menjadi sinyal positif bagi pelaku pasar yang mengharapkan penguatan lebih lanjut pada IHSG.
Kedatangan kembali dana asing ini dapat mengindikasikan kepercayaan investor internasional terhadap prospek pasar Indonesia. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa pelaku pasar asing mulai kembali tertarik untuk berinvestasi di Indonesia, mengikuti dinamika ekonomi yang menguntungkan.
Kondisi ini diharapkan bisa mempercepat pemulihan ekonomi dan meningkatkan likuiditas di pasar modal. Ada harapan bahwa tren positif ini akan berkelanjutan seiring dengan berbagai inisiatif kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.