Tech · August 30, 2024 0

Strategi Inovatif Media Digital untuk Meningkatkan Pendapatan

Strategi Inovatif Media Digital – Industri media saat ini tengah menghadapi badai perubahan yang signifikan. Sumber pendapatan utama media, yaitu iklan, telah mengalami penurunan drastis dalam beberapa tahun terakhir. Perubahan ini memaksa para pelaku industri untuk mencari model bisnis baru agar tetap bisa bertahan di tengah persaingan yang semakin ketat.

Ketua Umum Indonesia Digital Association (IDA), Dian Gemiano, mengungkapkan bahwa sekitar 80% pendapatan media selama ini bersumber dari iklan. Namun, dengan adanya perubahan perilaku konsumen dan perkembangan teknologi, model pendapatan tradisional ini tidak lagi dapat diandalkan sepenuhnya. Oleh karena itu, para pemain di industri media digital kini harus lebih inovatif dalam menciptakan strategi baru untuk meningkatkan pendapatan dan menjaga kelangsungan bisnis mereka.

Namun, minat pengiklan untuk berinvestasi di media konvensional semakin menurun

Persaingan dengan platform media sosial dan ancaman dari kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) semakin sengit, menambah tekanan bagi industri media. Studi di Amerika Serikat memperkirakan adanya penurunan belanja iklan sebesar 40 persen akibat kehadiran AI yang semakin canggih dan dapat menawarkan solusi iklan yang lebih terukur dan efisien.

“Ini sangat wajib kita mitigasi,” kata Ketua Umum Indonesia Digital Association (IDA), Dian Gemiano, dalam sesi diskusi Indonesia Digital Conference (IDC) 2024 yang diadakan di Hotel Santika Premiere, Jakarta, Kamis (29/8/2024).

Meskipun demikian, Managing Director Wavemaker, Amir Suherlan, mencatat bahwa dari data yang ada, sebenarnya belanja iklan perusahaan tidak mengalami penurunan secara keseluruhan. Namun, porsi belanja iklan yang dialokasikan untuk media atau publisher tradisional semakin lama semakin berkurang.

“Data kami menunjukkan tren belanja iklan masih baik, dengan proyeksi sekitar Rp75 triliun pada tahun 2025, dari proyeksi tahun ini sekitar Rp71,5 triliun,” ungkap Amir dalam sesi diskusi tersebut, dikutip pada Jumat (30/8/2024).

Iklan Banyak Masuk ke Platform Digital

Dari total belanja iklan yang ada, hanya sekitar 20 persen yang masuk ke publisher tradisional. “Ke mana belanja iklan yang besar itu? Ternyata lebih banyak ke platform digital,” ungkap Amir Suherlan, Managing Director Wavemaker.

Mengapa ini bisa terjadi? Roma Simanjuntak, Head of Marketing Communication PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, mengungkapkan bahwa salah satu alasan utama perusahaan lebih memilih mengalokasikan belanja iklan ke platform digital daripada ke publisher adalah efektivitasnya. Pengiklan membutuhkan data target audiens yang spesifik untuk memastikan bahwa iklan mereka mencapai orang yang tepat. Namun, banyak publisher masih memberikan data mentah mengenai siapa dan seperti apa pembaca mereka.

“Padahal, data ini merupakan emas murni bagi kami para pengiklan,” ujar Roma.

Di sisi lain, platform media sosial memungkinkan pengiklan untuk memasang iklan dengan target audiens yang lebih spesifik sesuai dengan keinginan mereka. Selain itu, platform ini menawarkan tarif iklan yang jauh lebih murah. Roma menjelaskan bahwa untuk sekadar meningkatkan awareness, platform hanya mematok tarif sebesar Rp 50. Sementara, jika iklan tersebut menghasilkan tindakan seperti pendaftaran atau unduhan aplikasi, tarifnya hanya Rp 70 ribu. Bandingkan dengan publisher tradisional yang mematok harga jauh lebih tinggi untuk layanan yang sama.

 

Baca juga artikel kesehatan lainnya.